Mengenal Operasi False Flag, Tuduhan AS kepada Rusia soal Ukraina

Amerika Serikat menuduh Rusia bisa melancarkan operasi False Flag. Pernyataan itu disampaikan Penasihat Keamanan Amerika Serikat, Jake Sullivan, beberapa waktu lalu.

Beberapa pihak juga khawatir serangan False Flag itu dimanfaatkan untuk memprovokasi perang dengan Ukraina.

Beberapa sumber pemerintah Inggris mengatakan Kremlin berencana memalsukan serangan terhadap pasukan sendiri sebagai alasan invasi.

“Anda juga harus paham bahwa (Rusia) beberapa menciptakan keadaan, yang mana mereka bisa menyatakan telah menanggapi agresi Ukraina atau Barat,” kata sumber dari Inggris kepada Telegraph dikutip INews.co.

Baru-baru ini, Rusia mengaku akan merespons dan mengambil tindakan jika ada warga negaranya yang tewas di mana pun termasuk di wilayah Donbass, Ukraina.

“Kami tidak akan menginvasi Ukraina kecuali bila kami diprovokasi untuk melakukan itu,” kata Utusan Rusia untuk Uni Eropa, Vladimir Chizhov pada Selasa (15/2), dalam media lokal RIA, dikutip dari Reuters.

Jika warga Ukraina meluncurkan serangan melawan Rusia, lanjut dia, publik seharusnya tidak kaget bila Moskow menyerang balik.

Wilayah Donbass merupakan basis bagi gerakan kelompok separatis Ukraina yang disokong Rusia.

Namun pernyataan tersebut masih belum jelas apakah berkaitan dengan operasi bendera palsu atau tidak.

Operasi False Flage juga diyakini sudah dibahas dalam Ruang Kendali di Gedung Putih pada beberapa hari lalu.

Pemerintahan Joe Biden mengklaim memiliki bukti Rusia akan memproduksi video propaganda yang menggambarkan serangan Ukraina terhadap Moskow.

Dalam video itu, Rusia berusaha menunjukan militer Rusia seolah-olah telah melancarkan serangan terhadap negara pimpinan Vladimir Putin. Misalnya, jenazah dan aktor sebagai pelayat dan gambar lokasi yang hancur.

Sebelum Rusia melancarkan aksi ini, operasi bendera palsu sudah pernah diterapkan dalam perang-perang di era sebelumnya.

Operasi False Flag merupakan aksi yang bertujuan menyamarkan pihak yang seharusnya bertanggung jawab dan menjadikan pihak lain sebagai kambing hitam.
Sederhananya, operasi tersebut untuk membuat kambing hitam demi memvalidasi serangan mereka ke Ukraina.

Operasi ini bersifat rahasia yang dirancang seolah-olah negara atau kelompok lain melakukan serangan. Aksi tersebut juga biasanya digunakan untuk menetapkan konteks pra-perang.

Selain itu, operasi False Flag mengacu pada kegiatan yang dilakukan individu atau organisasi pemerintah untuk melemahkan lawan politik.

Selain rencana bendera palsu Rusia ke Ukraina, beberapa tragedi perang sebelumnya sudah lebih dulu melakukan hal tersebut. Di antaranya Perang Rusia-Swedia, Perang Jepang-Tiongkok kedua, dan insiden Gleiwitz.

Militer Swedia merupakan salah satu yang pertama menggunakan operasi False Flag saat mereka menyerang Puumala pada 1788. Wilayah ini terletak di perbatasan antara Rusia dan Swedia.

Pasukan itu menggunakan seragam tentara Rusia palsu yang dibuat prajurit lokal untuk melancarkan serangan.

Majelis Nasional Swedia kemudian melancarkan serangan sebagai pembalasan. Padahal, sebelumnya mereka tak sepakat perang melawan Rusia. Perang itu lalu berlangsung selama dua tahun.

Selain itu, operasi bendera palsu juga digunakan Jepang untuk menyerang Manchuria pada September 1933. Serangan itu terjadi usai mereka meledakkan bagian rel kereta api.

Meski kerusakan tak begitu signifikan dan layanan kereta api juga tak terganggu, Jepang memanfaatkan insiden ini untuk merebut Manchuria.

Negeri Sakura kemudian menjadikan Manchuria sebagai negara merdeka.

Serangan bendera palsu lain dilakukan Jerman pada 1939 dalam insiden Gleiwitz. Ketika itu Berlin masih dipimpin Adolf Hitler.

Selama kejadian berlangsung, pasukan Hitler menyamar sebagai tentara Polandia untuk melancarkan serangan terhadap sebuah stasiun radio di Jerman.

Serangan itu mengakibatkan sebagian masyarakat Jerman mendukung invasi ke Polandia yang memicu Perang Dunia II.

Sebelum invasi ke Polandia betul-betul terjadi, Hitler mengatakan kebenaran akan luput dari pandangan publik.

“Kredibilitasnya (serangan) tidak penting. Pemenang tidak akan ditanya apakah dia mengatakan yang sebenarnya,” kata Hitler.

Konflik di perbatasan Ukraina meningkat usai Rusia mengerahkan ratusan ribu pasukan ke wilayah itu. Menurut catatan AS, sejauh ini setidaknya ada 130 ribu tentara Rusia yang berada di perbatasan Eropa Timur itu.

Putin berulang kali membantah pihaknya berniat menyerang Ukraina. Namun, di satu sisi ia bersikeras tak akan membiarkan Kiev bergabung dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

Related posts