LPSK: Restitusi Korban Perkosaan Herry Wirawan ke Negara Kontroversial

Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo mengatakan vonis majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung yang membebankan restitusi 12 santriwati korban pemerkosaan Herry Wirawan kepada negara kontroversial.

Hasto menilai vonis kepada Herry tersebut bakal menjadi problem baru. Ia pun meminta para aparat maupun ahli hukum memberikan perhatian terhadap putusan hakim tersebut.

“Ini kan putusan kontroversial, ini putusan baru yang belum ada dasar hukum,” kata Hasto di Denpasar, Bali, Jumat (18/2).

Di sisi lain, kata Hasto, masyarakat yang bisa menerima kompensasi berdasarkan Undang-undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban serta Undang-undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, adalah korban pelanggaran HAM berat dan terorisme.

“Saya, menghargai putusan hakim yang mencoba mencari terobosan tetapi ini kontroversial. Kalau misalnya Kementerian PPA tidak bersedia bagaimana, karena memang tidak ada kewajiban untuk itu,” ujarnya.

“Kalau kemudian ini menjadi yurisprudensi kan bahaya. Semua kasus-kasus kekerasan seksual yang mendapat hukuman maksimal pelakunya itu nanti negara semua yang bertanggung jawab,” kata Hasto menambahkan.

Lebih lanjut, Hasto mengusulkan agar restitusi tak menjadi sebagai hukuman tambahan, tetapi menjadi bagian hukuman pokok. Sehingga terdakwa yang mendapat hukuman maksimal, seperti hukuman seumur hidup atau mati, tetap membayar restitusi.

“Bukan hukuman tambahan, karena itu tidak bisa diberikan karena pelakunya sudah mendapatkan hukuman maksimal seolah-olah tidak bisa mendapatkan hukuman tambahan lagi,” ujar Hasto.

Sebelumnya, majelis hakim PN Bandung menjatuhkan vonis seumur hidup kepada terdakwa pemerkosa 13 santriwati, Herry Wirawan. Selain itu, hakim juga membebankan pembayaran restitusi senilai Rp332.527.186 kepada Kementarian PPA.

Namun, Menteri PPA Bintang Puspayoga mengatakan putusan hakim terhadap penetapan restitusi tidak memiliki dasar hukum. Menurutnya, Kementerian PPA tak dapat menjadi pihak ketiga yang menanggung restitusi dalam kasus pemerkosaan belasan santri tersebut.

Related posts