Universitas Pertamina Gandeng Universiti Petronas Kembangkan Baterai Mobil Listrik Berbasis Sodium dan Aluminium

Universitas Pertamina, 2 Maret – Tren penggunaan kendaraan listrik di Indonesia terus naik setiap tahunnya. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mencatat, hingga November 2021 jumlah kendaraan listrik di Indonesia mencapai 14.400 unit. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam Grand Strategi Energi Nasional menargetkan, pada tahun 2030  mendatang jumlah mobil listrik akan mencapai angka 2 juta unit, dan motor listrik sekitar 13 juta unit.

Sebagaimana disebutkan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), komponen utama yang digunakan untuk kendaraan listrik saat ini berjenis baterai lithium-ion. Baterai jenis ini diklaim unggul dari sisi usia pakai dan proses pengisian daya yang lebih cepat. Namun baterai lithium-ion memakan biaya besar. Untuk mobil listrik misalnya, sekitar 40 hingga 50 persen biayanya dihabiskan untuk baterai lithium-ion. Karena baterai ini membutuhkan bahan baku kobalt yang sulit didapat dan harganya mahal.

Benchmark Mineral Intelligence pada Mei hingga November 2021 mencatat harga baterai lithium-ion naik hingga dua kali lipat.  Di awal tahun 2022 ini, kenaikannya bahkan menyentuh angka 240 persen, yang merupakan level tertinggi selama lima tahun terakhir. Diketuai oleh Sylvia Ayu Pradanawati, Ph.D, tim peneliti Program Studi Teknik Mesin Universitas Pertamina menawarkan solusi pemanfaatan sodium dan aluminium sebagai baku utama pembuatan baterai pengganti lithium.

“Selama satu tahun terakhir, tim melakukan pengembangan baterai dengan cara menggantikan elektrolit cair menjadi polimer elektrolit berbahan baku sodium dan aluminium. Selain untuk mendapatkan aternatif bahan baku baterai, elektrolit yang dibuat oleh tim juga terbukti lebih tahan pada suhu tinggi, dibandingkan elektrolit cair. Harganya juga lebih ekonomis,” Ungkap Sylvia dalam wawancara daring, Selasa (01/03).

Selain itu, menurut Sylvia dan tim, jumlah sodium dan aluminium di alam jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan lithium yang sangat terbatas. Sehingga, ketersediaannya akan lebih berkelanjutan. Menjadikan inovasi Sylvia dan tim ideal untuk tujuan jangka panjang. Harganyapun lebih ekonomis. Bala Pachayappa, CEO Sodion Energy, menyebutkan baterai sodium-ion lebih murah 30 hingga 40 persen dibanding baterai lithium-ion.

Proses pembuatan elektrolit baterai tersebut, lanjut Sylvia, cukup sederhana. Garam sodium dan aluminium dilarutkan dengan sebuah zat pelarut (solvent) untuk kemudian dicampurkan dengan polimer tertentu. “Polimer yang digunakan oleh tim, berbahan baku alami dari alam yang tentu lebih ramah lingkungan. Sifatnya tidak beracun dan memiliki gugus pasangan elektron bebas yang dapat dijadikan elektrolit polimer dengan nilai konduktivitas ion yang baik. Setelah polimer ini digunakan, diharapkan limbah tersebut dapat didaur ulang serta digunakan sebagai aplikasi yang lain, salah satunya sebagai koagulan pada proses pemurnian air,” tutur Sylvia.

Untuk melengkapi polimer tersebut, tim peneliti juga menambahkan fly ash atau abu terbang yang dihasilkan dari pembakaran limbah dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). “Fly ash ini berfungsi sebagai filler yang dapat meningkatkan konduktivitas polimer. Pemanfaatan limbah dan garam yang murah ini, diharapkan dapat mengurangi biaya pembuatan baterai serta memperluas aplikasi baterai,” ujar doktor alumni dari National Taiwan University of Science and Technology, tersebut.

Dalam aplikasinya nanti, selain berpotensi digunakan pada kendaraan listrik, baterai ion sodium dan aluminium ini juga dapat digunakan untuk perangkat elektronik portabel. Penelitian ini juga turut serta menggandeng Universiti Teknologi Petronas (UTP) milik perusahaan minyak dan gas bumi Malaysia, Petronas. Kedua Kampus BUMN terbaik memiliki kesamaan tujuan untuk membangun industry-oriented university. Konsep ini bertujuan menjawab kebutuhan industri dengan mengembangkan SDM unggul yang fleksibel dan adaptif terhadap perkembangan dunia industri, khususnya industri energi yang menjadi kekhususan kedua kampus.

Bagi siswa/i yang tertarik dengan pengembangan energi masa depan, dapat bergabung di Program Studi Teknik Mesin Universitas Pertamina. Saat ini, kampus besutan PT Pertamina (Persero) tersebut kembali membuka pendaftaran Ujian Masuk Online dan Seleksi Nilai Rapor (tanpa tes) untuk Tahun Akademik 2022/2023. Informasi lengkap terkait program studi serta syarat dan ketentuan pendaftaran dapat diakses di laman https://universitaspertamina.ac.id/pendaftaran.

Tentang Universitas Pertamina

Universitas Pertamina merupakan Perguruan Tinggi Swasta yang didirikan pada tanggal 1 Februari 2016 sebagai bentuk tanggung jawab sosial PT Pertamina (Persero) di bidang pendidikan. Universitas Pertamina diresmikan oleh Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Ristekdikti), Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) pada tanggal 11 Februari 2016. Universitas Pertamina memiliki 6 Fakultas dan 15 Program Studi yang kurikulumnya dibuat berbasis kebutuhan industri energi. Universitas Pertamina didirikan dengan harapan menjadi universitas berkelas dunia yang bergerak di bidang bisnis dan teknologi energi. Saat ini, pengelolaan Universitas Pertamina berada di bawah naungan Pertamina Foundation.

Untuk informasi lebih lanjut:

Alamat : Jalan Teuku Nyak Arief, Simprug, Kel. Grogol Selatan, Kec. Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 12220

Telepon : (021) 29044308

Website : www.universitaspertamina.ac.id 

Email : [email protected]

Media Sosial : 1. Instagram : universitaspertamina

2. Twitter : @UnivPertamina

3. Line@ : @UnivPertamina

4. Facebook : Universitas Pertamina

Narahubung:

Nama : Pristia T.A. – Tim Humas Universitas Pertamina

Telepon : 08999560084

Email : [email protected] 

Akibatnya, Indonesia sempat mengalami kelangkaan penyanitasi tangan karena keterbatasan bahan baku. Selain dari kelangkaan yang terjadi, Meski dianggap sangat efektif dalam membunuh kuman dan bakteri, faktanya penggunaan penyanitasi tangan berbahan alkohol dalam jangka panjang tidak baik untuk kulit.

World Health Organization (WHO) menyebutkan, penyanitasi tangan yang efektif harus memiliki kandungan alkohol sedikitnya 60 persen. Namun, jika dipakai secara terus menerus, alkohol yang terkandung dalam penyanitasi tangan dapat mengurangi protein dan lipid pada lapisan kulit yang berpotensi mengurangi kelembaban kulit. Menurut penelitian yang dilakukan oleh American Academy of Dermatology Association (AADA), selain rasa tidak nyaman, kulit kering justru dapat meningkatkan peluang masuknya kuman ke dalam tubuh.

masyarakat terkena panic buying dengan memborong stok masker dan hand sanitizer. Hal tersebut yang akhirnya mengakibatkan kelangkaan stok dan melonjaknya harga yang berada di atas batas normal.

Related posts