KSPI Kritisi Menko soal JKP Lebih Untung dari JHT: Pembohongan Publik

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengkritisi pernyataan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang menyebut bahwa program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) lebih menguntungkan daripada Jaminan Hari Tua (JHT) untuk pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) lewat Permenaker Nomor 2 Tahun 2022.

Said mengatakan JKP hanya menjamin untuk 6 bulan setelah pekerja terkena PHK. Terlebih uang tunai yang diterima hanya sebesar 45 persen upah di bulan pertama sampai dengan ketiga. Lalu, 25 persen upah pada bulan keempat sampai dengan keenam.

Menurutnya dana tersebut tidak akan cukup untuk menunjang hidup pekerja yang kehilangan pekerjaan. Terlebih, tidak ada jaminan setelah enam bulan pekerja bakal mendapat pekerjaan kembali.

“Jangan melakukan pembohongan publik para pejabat negara ini. Seolah-olah ada JKP, (permasalahan) JHT beres. JKP hanya enam bulan setelah itu hilang dan dananya kecil,” ungkapnya dalam konferensi pers, Selasa (15/2).

Lagipula, sambung Said, JKP hanya untuk pekerja yang terkena PHK. Bukan untuk pekerja yang mengundurkan diri. Menurutnya, hal tersebut akan memberatkan pekerja khususnya jika mereka memang mengundurkan diri karena ingin berwirausaha.

“Mereka butuh modal. Ingat, orang mengundurkan diri atau pensiun dini tidak dapat JKP,” tutur dia.

Sebelumnya, Airlangga mengatakan JKP lebih menguntungkan dibanding JHT dengan aturan baru untuk pekerja yang terkena PHK. Sesuai manfaatnya, JKP, kata dia, merupakan perlindungan sosial jangka pendek bagi pekerja yang terkena PHK. JKP adalah turunan aturan UU Cipta Kerja.

Berdasarkan simulasi yang dilakukan, pekerja atau buruh yang terkena PHK berhak mendapatkan uang tunai sebesar 45 persen upah pada bulan pertama sampai bulan ketiga, dan 25 persen upah di bulan 4-6.

Ia mencontohkan jika rata-rata gaji pekerja yang terkena PHK pada tahun ke-2 sebesar Rp5 juta, maka pekerja tersebut akan mendapatkan Rp2,25 juta dikalikan tiga bulan. Secara total, pekerja tersebut mendapatkan Rp6,75 juta.

Selanjutnya, pekerja tersebut masih akan mendapatkan 25 persen dari upah di bulan ke-4 sampai ke-6, yakni Rp1,25 juta dikalikan tiga bulan, sehingga menjadi Rp3,75 juta. Bila diakumulasi, dalam 6 bulan, pekerja mendapatkan manfaat JKP tunai senilai Rp10,5 juta.

Bandingkan dengan Permenaker Nomor 19 Tahun 2015, di mana pekerja yang di-PHK mendapatkan JHT senilai 5,7 persen dari upah. Misalnya, pekerja bergaji Rp5 juta, mendapat Rp285 ribu kali 24 bulan menjadi Rp6,84 juta.

Jumlah itu masih ditambah dari 5 persen pengembangan selama dua tahun, yakni Rp355 ribu, atau jika ditotalkan menjadi Rp7,19 juta.

“Efektif, regulasi baru ini memberikan manfaat lebih besar, yaitu Rp10,5 juta dibandingkan Rp7,19 juta,” imbuh Airlangga dalam konferensi pers, Senin (14/2).

Related posts